Perahu Pinisi via google.co.id |
Akhir semester, saatnya lengkapi tugas yang belum rampung. Salah
satunya tugas matakuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia, yaitu membuat esai
tentang perahu Pinisi. Sempat saya cari informasinya di situs penyedia video
terbesar, Youtube. Di situ saya melihat sebuah film dokumenter tentang
perahu Pinisi. Dari video tersebut banyak keunikan yang ada pada perahu pinisi,
mulai dari asal mula, desain, bahkan proses pembuatannya yang tidak biasa. Di
situ saya bisa paham, bahwa betapa hebatnya orang Indonesia, khususnya Sulawesi
Selatan.
Bersumber dari Wikipedia, perahu Pinisi adalah
kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan
Suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa Bira kecamatan Bonto
Bahari Kabupaten Bulukumba.
Perahu Pinisi,
dari kunjungan cinta hingga kapal terpecah tiga
Dalam naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, perahu Pinisi ada sekitar
abad ke-14 M. Konon Perahu Pinisi berawal dari seorang nahkoda Luwu, Raja Sawerigading
yang hendak meminang putri dari Tiongkok, We Cudai. Hingga memperistri We
Cudai, Sawerigading tinggal beberapa lama di Tiongkok. Suatu waktu,
Sawerigading hendak pulang ke Luwu dengan Perahu Pinisinya. Namun sesampai di
Pantai Luwu, kapal tersebut menabrak gelombang besar hingga akhirnya pecah
menjadi tiga bagian di wilayah Bulukumba. Berdasarkan pengamatan saya terhadap
film dokumenter tersebut, bagian kapal yang berupa Lunas terdampar di
desa Ara, sebagian lagi di Selayar, sedangkan Tali nya terdampar di desa
Bira, serta Linggi nya di desa Lemo-lemo. Hingga akhirnya ketiga bagian
itu disatukan oleh masyarakat di beberapa lokasi tersebut menjadi sebuah perahu
yang bernama Pinisi.
Konon nama Pinisi diberikan oleh tua-tua suku Bugis-Makassar
terdahulu, sebagai penjelmaan dari tiruan kapal dari Venesia. Namun ada pula
yang mengatakan bahwa nama Pinisi berasal dari nama ikan yang banyak terdapat
di daueah itu.
Menurut situs Rumah Belajat Kemendikbud, hingga
saat ini Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi,
dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu
tersebut, terutama di Kelurahan Tana Beru. Ketika berada di Pusat Kerajinan
Perahu Pinisi di Tana Beru, para pengunjung akan berdecak kagum melihat
kepiawaian para pengrajinnya membuat Perahu Phinisi. Mereka mampu membuat
perahu yang sangat kokoh dan megah hanya berdasarkan pada pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh dari nenek moyang mereka, tanpa menggunakan gambar
atau kepustakaan tertulis.
Pembuatan
Perahu Pinisi
Perahu Pinisi tidak dibuat seperti perahu pada umumnya, tapi dengan
ritual khusus. Ritual ini berdasarkan kepercayaan orang Bulukumba yang
mengatakan bahwa Perahu Pinisi berhasil dibuat karena Sawerigading sendiri
dipercaya sebagai orang yang keramat bagi orang sekitar.
Sebelum Perahu Pinisi dibuat, terlebih dahulu mencari bahan. Orang
yang memimpin pencarian kayu untuk Perahu Pinisi disebut sebagai Panrita. Kayu
yang digunakan untuk membuat Perahu Pinisi adalah kayu naqnasaq. Kayu
tersebut sangat cocok karena daya susutnya yang kecil dan uratnya sungsang
kedap air. Kayu jenis tersebut digunakan untuk bagian Lunas Perahu
Pinisi.
Penebangan pohon naqnasaq tidak sembaang dipotong, melainkan
seorang Panrita hendaknya menentukan hari yang baik untuk pemotongan kayu
tersebut. Selanjutnya jika sudah ditemukan hari yang cocok, akan diadakan
ritual pengusiran roh. Mereka harus menyiapkan berbagai keperluan untuk ritual
tersebut seperti pisang, waje, ayam, dan perlengkapan ritual lainnya.
Proses selanjutnya yaitu proses pemasangan papan pengapit lunas,
berdasarkan situs Wikipedia dijelaskan bahwa proses tersebut disertai dengan upacara
kalebiseang. Upacara Anjarreki yaitu untuk penguatan lunas, disusul
dengan penyusunan papan dari bawah dengan ukuran lebar yang terkecil sampai
keatas dengan ukuran yang terlebar. Jumlah seluruh papan dasar untuk perahu
pinisi adalah 126 lembar. Setelah papan teras tersusun, diteruskan dengan
pemasangan buritan tempat meletakkan kemudi bagian bawah (id.wikipedia.org).
Tahap terakhir adalah proses
peluncuran perahu ke laut. Menurut situs rumah belajar Kemdikbud, Setiap
tahap selalu diadakan upacara-upacara adat tertentu. Di tahap terakhir ini,
sebelum perahu Phinisi diluncurkan ke laut, terlebih dahulu dilaksanakan
upacara maccera lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan penyembelihan
binatang. Jika Perahu Phinisi itu berbobot kurang dari 100 ton, maka binatang
yang disembelih adalah seekor kambing, dan jika bobotnya lebih dari 100 ton,
maka binatang yang disembelih adalah seekor sapi.
Pinisi
sebagai ikon Universitas Negeri Makassar
Berdasarkan informasi dari profesi-unm.com, Pinisi, sebagai model
desain bangunan UNM, dicetuskan oleh Yu Sing, seorang arsitek muda yang lahir
di Bandung 5 Juli 1976. Ia adalah lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada
tahun 1999.
Pada saat itu ia mengikuti sayembara yang diadakan oleh UNM pada
tahun 2008. Hingga akhirnya Yu Sing terpilih sebagai pemenang dan mendapatkan
hadiah 40 juta rupiah. Tepilih sebagai pemenang karena konsepnya sesuai dengan identitas
lokasl Sulawesi Selatan. Bangunan tersebut masih bertahan sampai saat ini.
Posting Komentar
Posting Komentar