Sumber: pexels.com |
Alhamdulillah Februari kemarin saya sudah seminar
proposal. Rasa lega turut muncul kala itu. Di samping itu, tidak banyak teman
kelas saya belum seminar proposal. Bangga rasanya menjadi mahasiswa akhir. Namun,
itu perasaan saya yang dulu. Sekarang jauh berbeda dengan yang kurasakan waktu
itu.
Revisi proposal belum selesai. Kala itu
saya rasa kalau itu masih jauh waktunya. Apakah selang waktu itu saya segera
merevisinya? Tentu tidak semudah itu, fer... eee... oke oke, tidak perlu bagian
itu. Banyak tantangan yang saya hadapi pasca sempro (seminar proposal). Malas, dan
segala antek-anteknya mulai menyerang satu per satu.
Semester sembilan oh semester sembilan.
Ternyata benar, waktu itu seperti roda yang berputar, bukan kaca jendela mobil pete-pete
(angkot) yang perlu pakai kekuatan tujuh bola mikasa supaya jendelanya bisa
terbuka. Bidikmisiku resmi dicabut sebab sudah lewat masanya. Namun, Alhamdulillah,
masih ada uang cadangan dari sisa beasiswa yang cukup membayar UKT semester 9. Bagusnya,
saya jadi tau cara bayar UKT. Jeleknya, sudah membayar.
Satu per satu teman-teman sudah
mengubah status KTP-nya. Undangan silih datang bergiliran waktu demi waktu. Kalimat
“Kami mengundang teman-teman untuk hadir di pernikahan kami bla bla bla” membuat
saya kadang berpikir, akankah saya membuat kalimat yang demikian juga? Tapi di
sisi lain saya juga berpikir, kapan selesai skripsiku?
Astaghfirullah, Bab IV belum selesai. Isi belum
ada—yaa tapi judul babnya sudah ada. Fix. Sekarang apa? Haruskah saya menunggu keajaiban
datang dari langit sambil bercakap dengan kerang ajaib? Tentu jawabannya “tidak”
kalau seperti itu. Mana finansial sudah mulai sekarat. Dompet mulai pokarak
(robek).
Fix, malas adalah musuh terbesar
saya. Besarnya kayak ukuran file ISO Windows 10 kalau diinstal di laptop
kentang. Melawan rasa malas seperti melawan bos terakhir dalam game Mario Bros.
Terkadang tangan rasanya gatal kalau tidak memegang HP, membuka medsos, scrolling-scrolling
status, dan nonton video-video yang hanya akan menambah Adsense mereka.
Oke cukup, sekarang orang tua sudah memindai
anak tetangganya yang akan wisuda. Ternyata begini rasanya ditanyai pertanyaan “horor”.
Kapan seminar hasil? Kapan ujian tutup? Kapan nikah? (eee yang terakhir
kayaknya belum). Intinya kalau sudah dalam situasi seperti ini, waktunya untuk tutup
telinga dan jadi bajak laut. Tidak tidak, maksud saya saatnya untuk mengingat
visi misi saya waktu belum menjadi mahasiswa. Lulus tepat waktu atau kurang
dari 4 tahun dan kerja. Tapi tunggu dulu, kayaknya visi yang pertama sudah
mustahil. Sisa yang satunya lagi. Saya harus mandiri sejak sekarang dan buat orang
tua bangga, yaa walaupun angka sembilan itu terasa mencekik leher.
Oh iya, selamat kepada 3 teman seangkatan
di program studi saya yang sudah duluan lulus. Maaf kalau saya belum bisa
gabung di antara kalian karena skripsi masih memanggil untuk bersua dengannya. Insya
Allah dalam waktu dekat ini saya juga akan memakai topi persegi lima bertali itu
sambil “mencekik” skripsi yang selama ini membuat jari-jari ini senam.
Oke, saya butuh solusi. Saya sangat butuh masukan dan dukungan kalian. Saya juga makhluk sosial, bukan makhluk yang mampu membelah diri agar ada yang menemani kesendirian.
Di akhir paragraf ini saya ingin
berpesan, jangan buang-buang waktu. Baik di tempatnya maupun bukan di
tempatnya. Jangan seperti batu yang menunggu dirinya habis terkikis air atau
udara. Jadilah manusia yang berguna bagi orang lain dan jangan sekali-kali jadi
beban. Tetap semangat. Jangan pernah musuhan dengan skripsi, karena
sesungguhnya dia adalah penentu keberhasilan kuliah kamu selama 4 tahun
sebelumnya.
Posting Komentar
Posting Komentar