Sumber: pexels.com |
Facebook, Instagram, Twitter, Snapgram, Instagram,
Facebook, Instagram, Twitter, Snapgram, Instagram, Facebook, Instagram, Youtube,
Facebook, Instagram, Instagram, Instagram.
Nama depan, nama belakang, email, nomor telepon, kata
sandi, telah diisi oleh ribuan, bahkan jutaan jari yang bersenandung di dunia
maya. Ketika kau melihat notifikasi pertama masuk, secara refleks persendian
tangan juga ikut menyesuaikan arah ponsel tersebut. Atau jangan-jangan kita
menunggu notifikasi masuk—tanpa mengedipkan mata. Dan ternyata yang masuk
hanyalah notifikasi selamat datang.
Ketika semua ramai-ramai memasukkan nama pengguna di media
sosial yang berisi kumpulan kotak-kotak penuh gambar, kita dengan bangga
menyebut diri kita sebagai orang yang menguasai pengguna-pengguna lain dengan
menyebut “Kau adalah pengikutku, kau adalah temanku, aku adalah...”
Apa Kata Data?
Sumber: wearesocial.com |
Data dari We Are Social dan Hootsuite mengungkapkan
bahwa hingga tahun 2018, sebanyak 4,021 miliar penduduk bumi telah terkoneksi
dengan internet. Sedangkan, tahun 2014 penduduk bumi yang terkoneksi internet
hanya berjumlah 2,4 miliar jiwa.
Bisa kita bandingkan, jumlah populasi di dunia adalah
7,593 sedangkan angka di atas tadi hampir meraup seluruh penduduk bumi tahun
2018. Bagaimana dengan tahun 2019 hingga 2020 nanti?
Selain itu, data tersebut membuktikan bahwa dari 5,135 miliar
pengguna ponsel (mobile), terdapat 3,196 miliar pengguna media sosial
hingga tahun 2018. Bisa dibayangkan dengan penduduk di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa hingga tahun 2018 di Indonesia sebanyak
171,17 juta jiwa telah terkoneksi di internet dari total 264 juta jiwa. Jadi,
sekitar 65 persen dari total penduduk Indonesia telah terhubung ke dunia maya. Dari
total tersebut Hootsuite mencatat, terdapat 150 juta jiwa di Indonesia telah menggunakan
media sosial.
Privasi Informasi Pribadi
Sumber: pexels.com |
Pihak perusahaan media sosial tidak bisa menjamin
keamanan data pengguna yang telah terdaftar. Hingga saat ini, pemerintah memberlakukan
peraturan mengenai Perlindungan Data Pribadi dan Sistem Elektronik yang
termaktub dalam UU Informatika dan Transaksi Elektronik dan Permen Kominfo
Nomor 20/2016.
Masih ingat dengan layanan You are What You Like?
Layanan tersebut dapat mengetahui orang yang paling
banyak menyukai statusmu, bahkan bisa mendeteksi seberapa sering profil dilihat
oleh orang lain. Namun, terdapat keganjilan dalam layanan tersebut. Saat
pertama kali masuk, kita mesti melakukan proses login. Keanehan tersebut
baru dimulai ketika kita mulai masuk. Data pribadi pengguna seperti alamat
surel, nomor HP, bahkan (mungkin) kata sandi akhirnya disedot. Maka berhati-hatilah
dengan internet.
Privacy Policy
Dianggap Hanya Sebatas Halaman Biasa
Ketika kita telah mengisi kolom pendaftaran, sebuah
halaman muncul. Akan tetapi, kita dengan begitu mudahnya mengeklik “setuju dan
lanjutkan” tanpa menhiraukan halaman tersebut. Ada banyak makna dalam laman tersebut.
Jadi mungkin ada baiknya kita membacanya terlebih dahulu sebelum memulai
berselancar.
Hingga Akhirnya Kita Memutuskan untuk Melayangkan Identitas
Penulis sebenarnya tidak melarang kalian untuk berselancar
di dunia maya. Tapi, ada baiknya kalau kita bisa menyeimbangkan antara dunia
maya dengan dunia nyata. Ada orang bilang, “internet (media sosial) bisa mendekatkan
yang jauh, sekaligus menjauhkan yang dekat”. Sebuah perkataan yang agak
paradoks tapi di balik rentetan hurufnya tersimpan makna yang berarti.
Oleh karena itu, mari gunakan internet dengan bijak. Jangan
sampai kita larut dalam hegemoni data dan kuota. Ingat, waktu kita bukan hanya
meladeni alat itu, tetapi juga untuk melakukan hal yang lebih bermanfaat,
seperti beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lantunkan doamu di
sepanjang hari. Jangan biarkan Dia memalingkan ‘wajah’Nya lantaran wajah kita
terus-terusan menghadap alat yang berbentuk persegi panjang itu.
Posting Komentar
Posting Komentar